Gambar ku: den.cyberia
Kasadaran pikeun ngajaga kabersihan lingkungan rupana teu dipiboga ku sakabeh jalma. Loba keneh jalma anu kurang empati lamun ningali runtah balatak, sanajan si runtah itateh pabalatak dina jajalaneun manehna. Kuring mindeng nempo kajadian siga kitu wanci latihan di taman olahraga di daerah kuring. 
Pernah sakali waktu kuring jeung babaturan saenggeus latihan langsung ngalakukeun 'Operasi Semut' atawa gerakan mulungan runtah babarengan, tina sakitu lobana jalma anu aya di lingkungan taman olahraga eta, ngan aya saurang anu boga kereteg hate miluan  gerakan mulungan runtah. Padahal anu sok olahraga didinya teh kuring yakin lain jalma sambarangan, artina jalma anu nyakola, anu pernah ngasaan sakola luhur, lamun dipikirmah jelema anu kaasup kaum intelektual kitu kuduna mah boga rasa hanyang ngajaga kabersihan lingkungan anu leuwih gede, malahan teu perlu diajak angot dicontoan mah. Angot ieu keur kapentingan balarea. 

Dulu setiap kali menyaksikan kejuaraan lari marathon, saya selalu dibuat kagum oleh kemampuan tubuh para atlet elit profesional yang begitu tahan melibas lintasan sepanjang 42,195 kilometer tanpa berhenti dengan pace yang mengagumkan. Tapi ada satu pertanyaan yang menggelitik saya, yaitu kenapa atlet maraton profesional itu rata-rata memiliki tubuh yang cenderung kurus? Ternyata ada bebrapa penjelasan ilmiah mengenai hal ini, tapi dalam postingan ini saya akan mengulas jenis otot pada pelari. 
Secara umum serat otot terbagi menjadi dua tipe, yaitu Slow Twitch (Tipe I) dan Fast Twitch (Tipe II). Pada dasarnya otot manusia terdiri dari kedua tipe otot ini, dengan perbandingan yang cenderung simbang. Tapi dengan aktivitas atau latihan tertentu, salah satu dari dua jenis otot tersebut bisa terbentuk menjadi lebih dominan dari yang lainnya, dan dapat memberi pengaruh pada efisiensi konteraksi otot, sehingga dapat memeberi peluang keberhasilan yang lebih besar pada cabang olahraga tertentu
Dalam tultorial Photoshop kali ini saya akan coba menguraikan langkah-langkah cara edit huruf dengan efek kaca transparan atau Glass Typography.  

Mari kita mulai!
Gambar: Rudy Arra
Dina postingan #ReboNyunda ieu kuring masih ngabahas sabudeureun basa sunda. Terus terang, sanajan kuring urang sunda pituin, tapi kuring kaasup diajar keneh ngagunakeun basa sunda, dina nulis atawa ngetik, maca atawa ngalisankeun basa sunda. Bet naha bisa kitu? lah tong jauh-jauh, contona ue lamun kuring dititah maca basa sunda sok kalah cigah anu keur diajar maca, teu lancar nereleng cigah maca tulisan dina bahasa Indonesia. 

Angot lamun kuring dititah ngetik tulisan dina basa sunda, hadeuuuuhh pokonamah alahbatan ngetik rumus matematika, mendingan dititah nulis tulisan dina bahasa Inggris. Tah tidinya kuring sadar yen basa sunda teh teu gampang. Loba keneh aturan-aturan jeung kosakata basa sunda anu ku kuring can kaharti, kadang kuring era sorangan. 

Gambar Oleh@Irdanmau
Juli 2008 mungkin akan menjadi bulan yang tak terlupakan bagi saya, karena di bulan itu saya mengalami kejadian buruk yang membuat saya harus bed rest hampir satu bulan lamanya. Semua itu karena kaki kanan saya mengalami cedera cukup parah akibat tertindih motor saat mengalami kecelakaan lalu lintas di Jalan Bypass Soekarno-Hatta, Bandung. Bersyukur saya tidak mengalami patah tulang, akan tetapi ada beberapa jaringan otot kaki yang terputus dan bergesernya beberapa bagian sendi. Butuh berbulan-bulan proses penyembuhan hingga saya bisa berjalan kembali.

Kaki kanan saya sudah bisa berfungsi seperti sedia kala, namun ternyata kondisi pergelangan kaki atau engkel saya tidak se-normal dulu. Aktivitas yang memberi tekanan cukup besar pada pergelangan kaki seperti menaiki tangga, melompat, menendang selalu membuat engkel terasa sakit, bahkan bengkak. Bahkan rasa sakit tersebut membuat gerakan shalat saya menjadi tidak sempurna. Sudah banyak cara saya coba untuk mengatasi masalah pada engkel saya tersebut, mulai dari cara tradisional hingga medis, untuk beberapa waktu memang terasa dampak positifnya, tapi biasanya tak bertahan lama, rasa sakit pada engkel pun timbul kembali.

Bagi sebagian orang termasuk saya, olahraga lari sudah menjadi candu. Sehari saja tidak berlari rasanya hidup ini tak ada artinya. Terkesan berlebihan memang, tapi saya benar-benar pernah berada dalam kondisi seperti itu. 

Lagi-lagi ini berdasarkan pengalaman saya. Walaupun saya sudah aktif dalam beberapa cabang olahraga semenjak kecil, tapi baru bebrapa tahun belakangan ini saya mendalami dunia lari. Ketertarikan saya pada dunia lari semakin tinggi ketika saya berkenalan dengan Trail Running. Ketertarikan saya yang begitu besar tersebut membuat saya terobsesi dengan segala hal yang berhubungan dengan olahraga lari. Mulai dari mengumpulkan running gear hingga keranjingan berlatih tanpa memperdulikan posri yang pas. 

Pada saat itu saya sangat menikmati tempo latihan yang saya lakukan setiap hari. Bahkan hingga dua kali dalam sehari, pagi dan sore, tak perduli sebelumnya saya baru bisa tidur pada pukul dua dini hari. Semua itu saya jalani hingga tiba saatnya saya merasa ada yang tidak beres dengan kondisi tubuh. 

Gambar oleh: Rudy Arra
Pada postingan kali ini saya tidak akan membas sesuatu yang bersifat teknis. Mungkin ini lebih bersifat pemberitahuan untuk teman-teman khususnya yang tidak mengerti bahasa sunda.

Terdorong oleh rasa ingin melanjutkan kebiasaan menulis postingan blog dalam bahasa sunda, maka dalam jarak satu minggu sekali saya akan menulis postingan berbahasa sunda di blog ini, lebih tepatnya saya akan mengunggah tulisan saya tersebut khusus setiap hari rabu. Mengapa harus diunggah setiap hari rabu? Karena bertepatan dengan program #ReboNyunda yang dicetuskan oleh Kang Ridwan kamil dan merupakan salah satu program dari Pemerintah Kota Bandung. 

Motivasi saya menulis menggunakan bahasa sunda adalah karena ingin memiliki andil dalam usaha “ngamumule” atau melestarikan bahasa sunda. Selain itu saya merasa miris karena ternyata banyak generasi muda sunda yang sudah mulai merasa malu menggunakan bahasa sunda. Bukan tidak boleh menuruti atau menyukai budaya luar, karena saya juga pengagum beberapa kebudayaan luar, tapi jangan sampai kita menjadi tak peduli atau bahkan lupa pada akar budaya sendiri. 




Bagi teman-teman yang tidak mengerti bahasa sunda, silahkan berkunjung pada potingan berikut: Mulai Kembali Menulis Menggunakan Bahasa Sunda




#ReboNyunda

Gambar oleh: Rudy Arra
Ti leuleutik, Mamah jeung Bapa ngajarkeun ka kuring basa sunda lemes, kitu oge ka lanceuk jeung ka adi. Kolot kuring kaasup tegas ngadidik barudak na soal babasa. Inget keneh baheula lamun kuring ngomong kasar teh osok langsung dicarekan ku kolot, makana kuring jadi sok araringgis lamun arek ngomong sunda kasar teh, tepi ka kuring pernah dilandi budak anu ngomongna paling lemes dikampung kuring eta. Numatak numawi budak botak kaseglong Hui, tepi ka kiwari kuring masih ngagunakeun basa sunda lemes lamun ngobrol jeung batur, sanajan teu ka kabeh jalmi.
*gagaro*

Lamun ngobrol jeung budak leutik oge kuring osok ngagunakeun basa sunda lemes, angot lamun ka kolot mah. Aya oge sih sababaraha urang babaturan deukeut anu geus biasa ngobrol make basa sunda kasar jeung kuring, tapi sanajan sunda kasar oge tara nepi ai ka sok mamawa urang Ragunan mah. Suwer!

Gambar oleh: Rudy Arra
Saat saya sedang dalam ritual ngopi sambil iseng ngubek dunia maya, saya menemukan sebuah artikel keren di runnersworld.com yang membahas tentang efek dari kondisi tubuh yang sedang mengalami kelelahan mental (Fatigue) terhadap kinerja otot (fisik). Bagi saya ini sangat menarik karena kondisi tersebut sering saya alami. Dan mungkin hal ini ada hubungannya dengan tulisan saya tentang  Krisis Stamina Dalam Olahraga Lari yang saya tulis beberapa waktu yang lalu. 
Jadi begini, pada akhir tahun 1880-an, seorang ahli fisiologi yang bernama Angelo Mosso melakukan sebuah observasi tentang ketahanan/kinerja otot terhadap dua orang yang merupakan sesama Professor sebelum dan sesudah melakuakan Test Lisan, dan hasilnya ternyata setelah mengalami beban kerja mental (Test Lisan), kedua Professor tersebut mengalami penurunan kinerja otot atau kelelahan pada otot secara lebih cepat. Ini merupakan demonstrasi pertama yang menunjukan efek atau pengaruh dari kelelahan mental terhadap performa fisik. 

Gambar oleh: Rudy Arra
Beberapa waktu lalu saya terlibat diskusi kecil dengan beberapa teman tentang baik atau buruknya night run atau melakukan olahraga lari di malam hari. Seorang teman menyatakan menurut sumber informasi yang didapatnya bahwa melakukan olahraga atau melakukan aktivitas tubuh secara intens dalam waktu yang dekat dengan waktu tidur dapat mengganggu sistem metabolisme tubuh. Dan teman saya yang satunya lagi berpendapat berbeda, Ia justru berpendapat melakukan olahraga pada malam hari justru dapat memperbaiki kualitas tidur dan baik secara psikologis. 
Akhirnya saya memutuskan untuk melakukan riset kecil-kecilan secara online. Dan ternyata memang di dunia penelitian juga terdapat dua pendapat yang bertolak belakang mengenai night run ini. Berikut saya kutip bebrapa pendapat dari peneliti yang saya dapat dari beberapa sumber: